Tampak Sejumlah Warga Yang Akan Melakukan Gotong Royong Untuk Pendirian Terop Atau Tenda Pada Acara Peringatan Seribu Hari Di Desa Sapih Probolinggo |
PROBOLINGGO, lensakomunikasi.com Tradisi gotong royong sepertinya sudah lama memudar di sebagian kalangan masyarakat kita. Terlebih ketika berada di daerah perkotaan, seakan semua pekerjaan kita dihitung menggunakan selembar kertas yang bernilai (uang). Namun beda cerita ketika kita mau menelusuri salah satu pelosok desa, seperti di desa Sapih Probolinggo.
Di desa ini kita akan menjumpai masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai gotong royong. Seperti ketika ada warga memperingati dan mendoakan kematian keluarganya baik ketiga harinya, tujuh hari empat puluh hari, hingga seribu hari almarhum dari keluarganya.
Pasalnya menurut misnari salahsatu warga desa sapih menceritakan bahwa pada peringatan seribu hari merupakan tradisi yang dijadikan sebagai tanggal kematian salah satu anggota keluarga pada hari keseribu. Di Desa Sapih sendiri acara seribu hari ini biasanya diadakan 3 hari, namun biasanya masyarakat sudah banyak berdatangan untuk membantu mempersiapkan segala macam kegiatan dari H-4 karena ketika H-3 sudah mulai banyak berdatangan tamu untuk berkunjung
Dokumentasi Saat Para Laki-laki Dan Perempuan Warga Desa Sapih Melakukan Gotong Royong. |
"Kurang dari 4 hari seribu hari, biasanya para masyarakat rela meninggalkan pekerjaan diladang untuk berbondong-bondong membantu memasang terop/tenda pergi kerumah pemilik gawai (keluarga yang akan menggelar acara peringatan)", tambah Misnari salah satu warga yang ikut membantu.
Ini menandakan solidaritas sosial di pelosok desa masih sangat terjaga daripada perkotaan. Mereka (masyarakat desa Sapih) juga menganggap bahwa seluruh warga desa merupakan keluarga yang harus dibantu.
Faisal/Roz