Kurnianto Allaily Lahir di Desa Banbaru Pulau Giliraja Kec.Giligenting Sumenep Madura. Aktifitas; Nelayan dan relawan Rumah Baca Titisan Agung Demang di Pulau Giliraja Sumenep Madura |
Melihat kondisi seperti ini kita merasa prihatin, di samping bahan bacaan kurang memadai, tidak ada pengelola perpustakaan profesional, tidak ada petugas atau penjaga. Perpustakaan dibiarkan hanya sekadar ada tapi minim kegiatan membaca dan dorongan membaca dari pihak sekolah, anggaran untuk perpustakaan sangat sedikit dan bahkan kadang tak terpikirkan sama sekali, padahal keberadaan dan eksistensi perpustakaan di sebuah lembaga pendidikan sangatlah urgen. Kalau pohon diibaratkan sebagai paru-paru bumi, maka perpustakaan adalah paru-paru dan jantung lembaga pendidikan.
Pengelola pendidikan terkadang lebih mementingkan kegiatan yang bersifat seremonial dan hiburan dengan biaya fantastis ketimbang memajukan lembaga pendidikan dengan hal yang substansial seperti pemberdayaan perpustakaan atau kegiatan edukatif lainnya (seperti; pelatihan jurnalistik, lomba menulis puisi atau cerpen dan lain sebagainya), mereka terjebak dalam rutinitas menggalang kuantitas murid daripada memberikan pelayanan kualitas terhadap murid, mereka berlomba-lomba menyelenggarakan kegiatan hiburan seperti; perkemahan, karnaval, pentas seni dengan biaya jutaan rupiah (mohon maaf, tanpa ada maksud menyepelekan atau meniadakan manfaat kegiatan tersebut), namun jarang sekali menyelenggarakan kegiatan yang lebih urgen dan substansial khususnya di bidang literasi dan penguatan imajinasi, padahal imajinasi itu sangat berperan dalam kehidupan kita, seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein “Imajinasi adalah segalanya, imajinasi adalah penarik masa depan, imajinasi lebih penting daripada pengetahuan”. Lagi, kata Einstein, “Tanda kejeneniusan sesungguhnya bukanlah pengetahuan melainkan imajinasi.”
Bagi seorang yang berprofesi sebagai pendidik, pengelola pendidikan atau yang mempunyai kepedulian terhadap dunia pendidikan melihat ada peluang untuk mengoptimalkan ruang imajinasi melalui pembelajaran sastra. Sayangnya, seringkali sastra masih disepelekan dan porsinya masih minim dalam sistem pembelajaran kita. Pembelajaran sastra hanya ada dalam pelajaran bahasa Indonesia, dan itupun masih harus berbagi tempat dengan tata bahasa. Hal itu tambah dipeparah dengan pelabelan sinis bin miring bahwa ilmu eksakta atau ilmu yang ada kaitanya dengan angka lebih tinggi kedudukannya dari ilmu sastra. Apabila kesalahan bernalar ini terus dipertahankan dan tidak segera disadarkan, maka imajinasi tidak akan terbentuk. Oleh sebab itu, perlu ada porsi yang lebih besar untuk menumbuhkembangkan imajinasi pelajar secara khusus dan masyarakat pada umumnya dengan gerakan literasi di sekolah ataupun di desa.
Coba kita belajar kepada negeri Jepang dari satu film Doraemon yang diambil dari serial komik fiksi karya Fujiko F. Fujio tahun 1969. Secara spesifik, memang tokoh Doraemon ini bertugas untuk membantu seorang anak bernama Nobita agar keturunan Nobita dapat menikmati kesuksesannya daripada harus menderita dari utang finansial yang akan terjadi pada masa depan yang disebabkan karena kebodohan Nobita. Namun, apabila diamati lebih mendalam akan terlihat bahwa film ini merangsang imajinasi anak-anak untuk memiliki robot secanggih Doraemon. Doraemon diciptakan bukan di saat anak-anak familiar dengan robot seperti sekarang ini. Daya imajinasi inilah yang terus menerus dirawat serta dikembangkan hingga akhirnya Jepang menjadi salah satu produsen robot artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang disegani dunia.
Penguatan imajinasi di Jepang tak hanya berhenti pada sektor teknologi saja sebagaimana dalam fiksi Doraemon, tapi juga pada berbagai bidang seperti olah raga. Ada film Captain Tsubasa, film yang diangkat dari komik fiksi karya Yoichi Takahashi tentang Kapten Tsubasa terbit sekitar tahun 1981. Pertemuan Tsubasa Ozora dengan Roberto Hongo mengubah perjalanan hidupnya. Setelah remaja, dia pergi ke Brasil untuk menjadi pemain di klub Sao Paulo. Kemampuan sepak bolanya sangat hebat dan termasuk yang terbaik di dunia. Kapten Tsubasa memiliki kemampuan untuk membaca dan meniru semua teknik bermain musuhnya. Setelah Tsubasa diluncurkan, beberapa tahun setelahnya Jepang menjadi salah satu raja sepak bola Asia dan tidak pernah absen pada perhelatan piala dunia sejak 1998 hingga tahun 2018 lalu.
Untuk mewujudkan impian itu (penguatan imajinasi ala Jepang yang sukses) maka diperlukan sinergi gerakan literasi oleh semua elemen masyarakat (mulai dari pemerintah khususnya pemerintah desa, pengelola pendidikan, karang taruna, ormas dll.) yang ditandai dengan hadirnya rumah baca, taman baca atau perpustakaan desa dan lebih-lebih perpustakaan sekolah yang representatif, perpustakaan keliling yang difasilitasi oleh pemerintah, perpustakaan yang bukan hanya gudang buku saja, bukan sekedar perpustakaan formalitas tanpa ada pustakawan serta buku yang berkualitas.
Munculnya perpustakaan atau taman baca di berbagai pelosok desa dan sekolah dengan koleksi buku yang banyak (beragam genre) serta kegiatan membaca yang efektif, diharapkan mampu memberikan solusi bagi tumbuhkembangnya minat dan daya baca masyarakat (khususnya para pelajar) untuk rajin membaca serta berimajinasi melampaui zamannya. Jika kesadaran kolektif itu sudah terbangun dan saling bersinergi antara semua pihak, maka bukan hal mustahil akan lahir generasi emas the next BJ. Habibie seperti Chaerul, montir tak lulus SD asal Sulawesi Selatan yang berhasil merakit dan menerbangkan pesawat ultralight dari barang rongsokan atau barang bekas.
Salam Literasi.....!
Kurdianto Allaily
Tags:
Opini