Ilusi seorang wanita yang pandai menyembunyikan rasa sedih dan sakitnya menjalani roda kehidupan |
Situbondo, himmahKPI.com - Suara Langkah kaki yang begitu cepat, terdengar mengejar pintu gerbang yang sudah hendak ditutup oleh satpam penjaga sekolah. Dengan sedikit kecepatan akhirnya aku bisa masuk tanpa harus memohon pada pak kumis. Pak sutris sih namanya namun kami memanggilnya dengan sebutan pak kumis karena ia memiliki kumis tipis tapi panjang. lucu kan? Akupun merasakan itu.
Bel sekolah tanda masuk sudah berdering. Pak kumis dengan sigap, siap menutup pintu kebanggaannya. Namun seperti biasa, setiap hari aku harus menyaksikan duel antara pak kumis dan Mila sahabatku. Hampir tiap hari, bukan hampir sih bahkan setiap hari. Ia selalu mengeluarkan jurus andalannya yaitu menunjukkan wajah melasnya kepada pak kumis agar diperbolehkan masuk. Herannya pak kumis selalu terpedaya olehnya. Hari inipun demikian, sama.
“Assalamu’alaikum Reni?”, sapa Mila
“Wa’alaikum salam, telat lagi? Gak bosen? ”, tanyaku
“Biasa aja”, jawab Mila singkat dengan senyuman khasnya
Mila sahabatku, sebenarnya namanya Melati namun ia lebih suka dipanggil Mila. Gadis yang susah sekali ditebak. Sikapnya cuek banget terhadap hal apapun. Serasa dia nggak punya masalah dalam hiupnya. Benar sih karena ia lebih sering mengatasi masalah orang-orang disekitarnya. ia suka membantu, menolong dan menghibur siapapun.
Aku menjadi sahabatnya sejak 1 tahun lalu. Saat orang tuaku memutuskan pindah ke kota ini karena terkait kerjaan ayah, mau tidak mau akupun juga harus ikut pindah sekolah. Aku masuk di kelas XI IPS melanjutkan studyku dari sekolah asalku. Pertama kali aku masuk kelas dan diperkenalkan oleh bu Siska wali kelasku, Mila yang pertama menyambut aku. Menanyakan hobiku, tempat tinggalku, makanan kesukaanku, hampir semua pertanyaan diajukan sampai-sampai aku sendiri lelah tuk menjawab.
Mila, Keceriaan selalu terpancar di wajahnya.
Namun Ada satu hal yang tidak pernah aku lihat dari dirinya, air mata. Aku tidak pernah melihat air matanya, jangankan air mata, kesedihannya saja tidak pernah aku lihat. Beda dengan kita, aku khususnya. Aku sering murung, marah , sedih bahkan dengan mudahnya menangis jika ada satu hal yang membuat aku tidak nyaman. Lagi-lagi mila meenghiburku jika kondisiku sudah tidak karuan. Entah jurus apa yang ia gunakan, kesedihanku tiba-tiba saja hilang. Bukan hanya aku, teman-teman sekelas merasakan hal yang sama. Mila bagai malaikat penolong bagi kita semua.
Pernah ia memberikan semua uang sakunya untuk susi. Teman kelas yang hidupnya terbilang susah. Ia hanya tinggal bersama ibunya semenjak ayahnya meninggal 6 bulan yang lalu. Selama 2 hari susi tidak membawa uang jajan dikarenakan ibunya sakit dan tidak bisa mencari uang. Karena itu Mila memberikan semua uang sakunya pada susi. Mila juga pernah membantu Sakti, siswa kelas X yang pada waktu itu membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya yang sedang sakit. Mila dengan sigap membantu mencarikan solusi atas masalah Sakti dan mencarikan pekerjaan sampingan selama beberapa hari sampai uangnya terkumpul. Saktipun melakukan pekerjaan itu, setiap pulang sekolah ia bekerja. Anehnya Mila ikut bekerja dan upah dari hasil kerjanya ia berikan semua kepada Sakti. Masih banyak hal lain yang Mila lakukan yang kadang-kadang diluar kemampuanku.
Bagiku dia gadis aneh, namun baik sekali. Aku berfikir ia mempunyai orang tua yang hebat, mapan, dermawan, bersahaja mungkin kaya lagi ya, dan segalanya. Terbukti dengan semua sikapnya yang baik hati tapi sederhana. Tapi Mila tidak pernah menceritakan keluarganya padaku, dia tinggal dimana bersama siapa saja. Maklum orangnya selalu sibuk. Pagi sibuk memohon ke pak kumis, siang jam istirahat sibuk dengan urusan orang lain, pulang sekolah pasti terburu-buru seakan-akan ia harus menjadi orang pertama yang keluar gerbang sekolah. Aneh kan?
Namun keanehan itu terjawab, saat kita sudah berada di kelas XII. Aktifitas yang semakin padat karena hampir melaksanakan ujian akhir, jusru Mila tidak masuk sekolah hampir 1 bulan lamanya. Kami semua merasa kehilangan, terutama aku karena semenjak aku pindah sekolah, Mila menjadi teman baik aku. Aku berusaha mencarinya, menanyakan kepada semuanya. jawabannya sama, tidak tahu. Akhirnya kuberanikan bertanya kepada Bu Ayu, wali kelas kami dikelas XII.
Bu ayu menyampaikan bahwa Mila memberikan surat permohonan cuti selama kurang lebih 1 bulan karena ada kepentingan keluarga. Pihak sekolah sudah menindak lanjuti hal ini, tentang kepentingan keluarga yang dimaksud, mengingat Mila sudah kelas XII. Tapi karena kepentingannya sangat mendesak dan hal ini juga diperkuat dengan pendapatnya pak Sutris maka pihak sekolah memberikan cuti tersebut. Tanpa bertanya lagi apa sebenarnya kepentingan keluarga itu, tiba-tiba bu Ayu pamit karena ada rapat di ruang kepala sekolah.
“Aku bingung, tapi tadi bu Ayu bilang pak Sutris, pak kumis kan?. Iya benar pak kumis, aku harus tanya sama pak kumis”, gumanku dalam hati.
Aku bergegas menemui pak kumis, sampai disana aku langsung bertanya kepadanya.
“ Pak, kemana Mila ”, tanyaku
“eh Rani, aduh ada apa? Ngagetin aja”, pak kumis kaget dengan tingkahku
“ Mila kemana pak, apa bapak tau? Kata bu Ayu cuti, ada kepentingan keluarga. Emang kepentingan keluarga apa? Masak hampir 1 bulan?”, aku nyerocos memberikan pertanyaan kepad Pak Kumis.
Pak Kumis seakan tidak mendengarkannku malah sibuk menulis, tapi kemudian ia beranjak dari tempat duduknya dan memberikan secarik kertas untukku.
“ini Alamat rumah Mila, samperin dia kerumahnya nanti kamu akan tahu sendiri”, kata pak Kumis sambil memberikan alamat rumah Mila padaku.
“Terima kasih pak”, jawabku singkat.
Sore harinya aku langsung menyusuri setiap lorong perumahan kecil untuk sampai ke alamat yang pak kumis berikan. Sesekali ku bertanya kepada orang-orang sekitar, hampir semua orang mengenal Mila, predikat yang begitu banyak menyandang namanya. Mila si baik, Mila si murah senyum, Mila yang suka nolong dan lainnya. Seakan mereka juga terkena jurus indah kebaikan dalam dirinya.
Hingga pada Akhirnya aku sampai pada rumah kecil berdinding bambu yang sudah tua. Rumah Mila? Awalnya aku ragu namun benar rumah ini rumah Mila. Seraya tidak percaya kulangkahkan kakiku menuju rumah itu.
“ Assalamu’alaikum “, ku ucapkan salam sambil menggetuk pintu rumah.
“wa’alaikum salam” , terdengar suara gadis yang menyambutku dengan langkah yang pasti.
“ Reni, kamu? Alhamdulillah, ternyata kamu bisa sampai juga di Istanaku. Silahkan masuk”, senyum selalu mengikuti setiap katanya, tetap sama tak kulihat kesedihan dalam dirinya.
Aku masuk kedalam rumah itu, sesekali kulihat sekeliling rumah, fikiranku mengatakan rasanya rumah ini tidak menggambarkan keceriaan seperti yang selama ini ditampakkan oleh Mila.
“kamu tahu alamat aku dari mana?”, Mila bertanya padaku
“pak kumis”, jawabku singkat. Seakan bibir ini keluh untuk ngomong sesuatu.
“Dimana Orang tuamu Mila?”, Aku berusaha bertanya
“ Mereka sudah meninggal saat aku masih kelas IX SMP, karena kecelakaan. Semenjak itu aku tinggal bertiga dengan adikku ”, mila menjelaskan padaku
“ Apa? Meninggal, tinggal bertiga dengan adiknya?”, hatiku berguman seakan tidak percaya dengan semua ini.
“Mila, berarti kamu yang mencukupi semua kebutuhan kalian?”, kembali kubertanya
Dia mengangguk dan menceritakan semua yang ia lakukan setiap hari. Ia mengatakan bahwa ia bekerja pada malam hari dari jam 19.00 – 02.00 pagi, di sebuah rumah makan dekat rumah pak kumis. Sengaja bekerja malam agar siangnya bisa tetap sekolah dan menjaga adik-adiknya. Bahkan sebelum berangkat kerja, ia menidurkan dahulu adik-adiknya setelah itu menitipkan kepada satpam komplek yang berjaga tidak jauh dari rumahnya. Makanya setiap pagi ia telat ke sekolah selain menyiapkan kebutuhan adiknya sekolah yang sudah duduk dibangku SMP, ia sering bangun kesiangan. Ia juga menceritakan saat pulang sekolah sering terburu-buru karena harus menjemput adiknya sekolah. Belum lagi saat membantu si Sakti, setelah menjemput adiknya ia langsung kembali lagi ke tempat dimana Sakti bekerja untuk membantunya. Sedangkan adik-adiknya dengan senang hati dan ikhlas juga mengizinkan kakaknya membantu Sakti.
Dan ternyata selama ini Mila tidak masuk sekolah karena adiknya dua-duanya sakit. Cukup serius penyakit adik-adiknya, panas tinggi. Hingga Dia harus menjaga kedua adiknya secara intens dan tidak bisa masuk sekolah sampai adiknya pulih kembali. Mila yang biasa saja menceritakan keadaannya justru aku yang berderai air mata. Air mata yang terus mengalir tak henti dari pipiku.
“kamu kenapa nangis?”, tanya Mila kepadaku
“kenapa kamu begitu kuat menjalani hidup ini?”, kembali kuajukan pertanyaan sambil menyeka air mata
“setiap orang punya kelebihan dan kekurangan serta kekuatan dan kelemahan. Mungkin yang kamu lihat dan kamu dengar hari ini adalah kelemahan dan kekuranganku. Kekuatan dan kelebihanku terdapat pada adik-adikku, setiap kali aku melihatnya, serasa aku memilki dunia ini. Kesehatan yang aku punya hingga bisa bekerja dan melakukan suatu hal, Itu bagian dari kekuatan dan kelebihanku. Walau Allah SWT lebih mengetahui terhadap kelebihan dan kekurangan dalam diri hambaNya”, kata Mila sambil tersenyum
“Kadang ada orang yang serba berkecukupan, hidupnya enak, tinggal makan, uang jajan sudah ada jatahnya, tapi dia cengeng dan selalu menangis saat ada masalah”, lanjut Mila dengan nada sindiran padaku.
“ kamu nyindir aku?”, tanyaku
“sedikit”, dia kembali mencairkan suasana haruku dengan sedikit guyonan yang kembali membuatku tertawa.
Aku terus bertanya tentang hidupnya, tentang kenapa dia selalu ceria, apakah dia pernah sedih dan nagis, kenapa ia suka nolong orang toh padahal hidupnya menurut aku jauh lebih pantas untuk ditolong. Jawaban yang ia berikan selalu membuat diriku lebih mengaguminya. Ia mengatakan hidup ini adalah anugerah dari Allah SWT. Harus di isi dengan hal yang bermanfaat. Keceriaan dalam diri adalah salah satu bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT. Sebagai manusia biasa, katanya dia juga pernah sedih dan menangis namun tak harus ditampakkan kepada yang lain. Karena menurut Mila kesedihan itu adalah masalahnya, bukan masalah orang lain. Menurutnya, menolong adalah salah satu kunci pembuka pertolongan bagi diri sendiri. Keyakinan bahwa Allah SWT akan membalas semua perbuatan baik hamba-hambanya. Bukan tidak ingin mendapat pertolongan dari orang lain, tapi membangaun cinta di antara sesama jauh lebih baik ketimbang meminta belas kasih orang lain.
Satu hal yang paling ku ingat, Mila mengatakan, “Tak harus kecewa, sedih, menangis serta meratapi setiap kekurangan dan kelemahan dalam diri kita dan tidak harus tinggi hati, sombong akan kelebihann dan kekuatan dalam diri kita. Allah SWT menciptakan kelemahan atau kekurangan dalam diri manusia sebagai pengingat akan kesombongan yang akan terjadi karena kekuatan dan kelebihan manusia, begitupun sebaliknya Allah SWT berikan kekuatan dan Kelebihan sebagai pengingat saat manusia tak berdaya akan kelemahannya.”
Itu yang dikatakan Mila, dalam setiap pembicaraan pasti ia mengatakan kata ibuku atau kata ayahku. Benar, Mila adalah anak yang luar biasa, dia selalu mendengarkan apa kata orang tuanya bahkan selalu mengikuti nasehat orang tuanya walau mereka kini sudah tiada. Apa yang di sampaikan Mila menjadi tuntunan bagiku sekaligus tuntutan agar aku bisa Menyadari akan kelemahan dan kekuatan pada diri setiap insan, agar aku bisa menjadikan diriku jauh lebih baik. Melati di mataku, akan selalu ku kenang walau kita tak lagi bersama.
Sahabat !!
Tidak semua orang bisa Menjadi Melati. Memang susah, namun kita bisa mengingat harum semerbak dari sikapnya untuk bisa memberikan keharuman bagi hidup kita. Mari kita belajar untuk memahami kelebihan dan kekurangan dalam diri kita masing-masing.
Seruni
Tags:
Cerpen